Pada dasarnya Desa Meunasah Keudee adalah tempat transit para nelayan baik yang datang dari Pidie ke Kuta Raja (Banda Aceh sekarang) maupun yang datang dari Kuta Raja ke Pidie. Selain singgah mereka juga melakukan transaksi jual beli hasil tangkapan untuk menambah perbekalan dalam melakukan perjalanan, sehingga lambat laun menjadi pasar (Keudee).
Atas dasar fenomena di atas, oleh Tgk. Mara (wafat 1931) sebagai tokoh kharismatik sekitar tahun 1900 menemani tempat ini dengan nama Meunasah Keudee yang meliputi 4 (empat) jurong/dusun yaitu:
1. Dusun Tgk Mara
2. Dusun Pang Itam
3. Dusun Lampoh Raya
4. Dususn Gampong Baroe
Sistem pemerintahan Gampong Meunasah Keudee berasaskan pada pola adata/kebudayaan dan peraturan formal yang sudah bersifat umum sejak zaman dahulu, pemerintahan Gampong dipimpin oleh seorang Keuchik dan dibantu oleh 1 orang wakil Keuchik karena pada saat itu dalam susunan pemerintahan gampong masih belum ada istilah Kepala Dusun. Wakil Keuchik pada saat itu juga memiliki peran dan fungsi yang sama seperti halnya Kepala Dusun pada saat ini imum mukim memiliki peranan yang cukup kuat dalam tatanan pemeritahan gampong, yaitu sebagai penasehat baik dalam penetapan sebua kebijakan di tingkat gampong dan dalam memutuskan putusan hukum adat.
Tuha Peut menjadi bagian lembaga penasehat gampong, Tuha Peut juga sangat berperan dan berwenang dalam memberikan pertimbangan terhadap pengambilan keputusan-keputusan Gampong, memantau kinerja dan kebijakan diambil oleh keuchik. Imum Meunasah berperan mengorganisasikan kegiatan-kegiatan keagamaan. Pada zaman dahulu roda pemerintahan dilaksanakan di rumah Pak Keuchik dan di lapangan (di tengah-tengah masyarakat) karena pada saat itu belum ada kantor Keuchik. Bru pada tahun 2007 pasca Tsunami Aceh, kantor keuchik tersebut dibangun yang didanai oleh NGO